Ketika Pejabat Pemko Pekanbaru Mulai Was-was

Kepindahan penahanan eks Pj Wako Pekanbaru ke Lapas di Pekanbaru memunculkan perasaan was-was para pejabat Pemko saat ini. Pasalnya dalam sidang kasus korupsinya sejumlah nama pejabat Pemko mulai terbawa-bawa. Kabarnya ‘nyanyian’ dari Risnandar Mahiwa dan eks Sekda Indra Pomi menyebut sejumlah nama kepala dinas dibawahnya dulu.
Hal itu terungkap pada sidang perdana kasus korupsi eks Pj Walikota Pekanbaru, Selasa (29/4) di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Jaksa Penuntut Umum menyebutkan sejumlah nama kepala dinas di lingkungan Pemko Pekanbaru yang diduga terseret dalam kasus korupsi suap kepada mantan Pj walikota tersebut.
Itu terungkap dari keterangan Jaksa Penuntut Umum saat membacakan dakwaan di persidangan perdana kasus dugaan suap Selasa siang. Membaca nama-nama pejabat tersebut terbayang wajah-wajah mereka yang selama ini ada yang menghias media massa. Dan juga terbayang betapa massifnya budaya korupsi yang terjadi.
Mulai dari pejabat DLKH, Bapenda, Dishub, Kepala PUPR, Disperindag, BPKAD hingga kepala Satpol PP disebut nama-nama mereka dipersidangan. JPU menilai pemberian uang tersebut dianggap sebagai suap kepada eks Pj Walikota Pekanbaru tersebut, karena Mahiwa tidak melaporkannya ke KPK.
Jaksa Penuntut Umum menyebut dalam dakwaannya di sidang perdana kasus gratifikasi APBD dan APBD Perubahan 2024 Pekanbaru total uang suap yang diterima Risnandar adalah Rp895 juta. Dari sejumlah kepala dinas dan lainya, Indra Pomi berhasil mengumpulkan uang Rp1,225 miliar rupiah.
Lokasi transaksi penerimaan uang berlangsung di sejumlah tempat yaitu rumah dinas Walikota Pekanbaru, Kompleks Perkantoran Pemko Pekanbaru Tenayan Raya, Mall Pelayanan Publik Pekanbaru, dan Toko Baju Martin di Jl Jendral Sudirman, Pekanbaru.
Dalam perkara ini jelas. Yang meminta suap pejabat tertinggi di Pemko dan pemberi suap adalah unsur pimpinan dimasing-masing dinas. Tentu saja para Kadis dan unsur pimpinan lainnya dalam memberi suap itu dengan satu tujuan yakni mengamankan jabatannya. Bisa juga memenuhi target yang mungkin ditetapkan oleh pemberi suap.
Namun demikian pangkal mula bala adalah dari pimpinan tertinggi yang haus akan uang dan kekayaan. Para kadis mungkin melakukan itu tidak sesuai dengan nuraninya bisa jadi terpaksa demi jabatan atau memang kelakukan itu sudah begitu membudaya dilingkungan yang dipimpinnya.
Diperlukan suatu sistem dan pengawasan terpadu kedepan terkait penunjukan pejabat yang memiliki kompetensi dan kinerja yang baik dilingkungan Pemko. Dengan sistem yang baik maka orang baik dan kompeten bisa naik dari hasil kinerjanya.
Sebaliknya dalam sistem yang koruptif membuat orang baik tak bisa maju dan berkembang karena budaya koruptif yang begitu akut. Seperti kata Mahfud MD bila sistem tidak dibenahi maka biarpun malaikat yang masuk jadi akan berubah menjadi syetan karena mau tak mau mengikuti sistem yang koruptif ini. Sudah saatnya sistem koruptif ini dihentikan.***
Helfizon Assyafei
Jurnalis RAN