One Piece

Oleh Helfizon Assyafei
Lama saya amati fenomena ini. Menjelang Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025, publik ramai memperbincangkan fenomena di sejumlah masyarakat yang memilih mengibarkan bendera One Piece di berbagai sudut. Bagi saya ini bukan fenomena baru. Sejarah hanya berulang. Kalau di Jepang namanya One Piece. Di Betawi namanya si Pitung. Di Inggris namanya Robin Hood. Mereka hero yang mengambil reisiko bertarung melawan musuh-musuh kuat demi melawan kezaliman penjajah, tuan tanah (oligarki zaman dulu), dan pemerintah yang korup.
Dalam jagat fiksi One Piece, bendera tersebut dikenal sebagai Jolly Roger – simbol khas bajak laut Topi Jerami yang dipimpin Monkey D. Luffy. Dalam petualangannya mereka melawan bajak laut lain, Pemerintah Dunia yang korup, dan organisasi jahat lainnya yang menghalangi perjalanan mereka. Diam-diam banyak orang-orang yang tertindas dalam diam mengidolakan mereka. Juga di Indonesia. Kini marak muncul bendera One Piece bergandengan dengan Merah Putih. Sebuah ekspresi sosial. Perlawanan dalam bentuk simbol terhadap pemerintah yang dianggap korup.
Dan bendera itu banyak dipasang oleh truk-truk lintas jarak jauh. Mungkin mereka paling merasakan selalu jadi objek pemerasan bahkan oleh mereka yang harusnya melindungi mereka. Bendera One Piece kini mulai dipandang risih oleh aparat. Sejumlah berita mengabarkan berberapa yang memasang bendera itu diminta aparat agar diturunkan. Cukup merah-putih saja.
Tapi jawaban mereka cukup menohok hati; “Merah Putih terlalu suci dikibarkan di negeri yang penuh dengan koruptor dan kebijakan yang tak memihak rakyat.” Negeri yang tidak malu memblokir rekening rakyatnya sendiri dan tidak mau memblokir rekening koruptor. Ada banyak alasan mengapa bendera itu ikut berkibar diperayaan HUT RI kali ini. Bagi Topi Jerami (karakter tokoh film ini), bendera ini menjadi lambang keberanian, kebebasan, solidaritas, serta keyakinan untuk melawan ketidakadilan.
Saya melihat keberisikan ini dari kejauhan. Prihatin dan sedih ketika orang-orang akhirnya merindukan pahlawan baru di negeri mereka. Prihatin mengapa kita belum juga menjadi baik dari waktu ke waktu? Bahkan setelah 80 tahun berlalu..
Pekanbaru, 6 Agustus 2025
Penulis, Jurnalis RAN