Quattrick: Mencari Tuah yang Hilang

Opini Kamis, 06 November 2025 - 16:38 WIB
Quattrick: Mencari Tuah yang Hilang

Quattrick: Mencari Tuah yang Hilang

Oleh Ilham Muhammad Yasir

SEPULUH tahun lalu, tepatnya 9 Desember 2014, Riau pernah menjadi tuan rumah peringatan Hari Antikorupsi Internasional. Saat itu, sebuah harapan besar untuk memberantas korupsi disematkan di provinsi berjuluk Negeri Bertuah ini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah simbolis diambil waktu itu dengan membangun Tugu Tunjuk Ajar Integritas di Ruang Terbuka Hijau (RTH), Jalan Ahmad Yani. Tugu ini terinspirasi dari karya monumental budayawan Riau, Tennas Effendi, “Tunjuk Ajar Melayu”. Letaknya tidak jauh dari tugu peringatan pengibaran bendera Merah Putih untuk pertama kalinya di Pekanbaru, 15 September 1945.

Riau dipilih bukan tanpa alasan oleh KPK. Ketika itu, Riau baru saja memecahkan heattrick atau 3 (tiga) kali berturut-turut gubernurnya ditangkap KPK. Annas Maamun yang menjabat 7 (tujuh) bulan ditangkap KPK, 16 September 2014. Namun, tidak lama setelah tugu diresmikan, proyek pembangunannya tersandung proyek korupsi. Kepala Dinas PU Riau saat itu menjadi tersangka. Ini semakin mempertegas bahwa niat baik memberantas korupsi justru berhadapan dengan kenyataan pahit.

Lebih dari sekadar simbol, kenyataan yang dihadapi Riau jauh lebih kelam. Meskipun kaya akan sumber daya alam, Riau terperosok dalam kemiskinan struktural, ketimpangan ekonomi, dan korupsi yang merajalela. Fenomena “Quattrick” atau keempat kalinya dengan jeda 10 tahun, adalah bukti nyata bahwa provinsi ini kesulitan keluar dari bayang-bayang korupsi yang terus mendera para pemimpin daerahnya.

Bumi Bertuah yang seharusnya makmur dan sejahtera ini terjerat dalam lingkaran korupsi sistemik, yang melibatkan empat gubernur Riau sepanjang sejarah. Dimulai dengan Gubernur Saleh Djasit, gubernur periode 1998?2003, dalam kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran pada masa jabatannya. Setelah selesai menjabat dan beralih menjadi anggota DPR RI, Saleh dijatuhi vonis empat tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi pengadaan tersebut. Kasus ini menjadi cermin jejak korupsi yang terungkap di Riau.

Selanjutnya, Gubernur Rusli Zainal, yang menjabat dua periode dari 2004 – 2008 dan 2008 - 2014, terlibat dalam dua perkara besar. Suap izin kehutanan dan suap Pembangunan infrastruktur PON 2012 di Riau. Rusli Zainal dijatuhi vonis 14 tahun penjara yang kemudian dikurangi setelah melalui proses peninjauan kembali di MA. Kasus ini memperburuk citra Riau yang semakin dikenal sebagai provinsi dengan para pemimpinnya yang korup.


Tidak lama setelah itu, Annas Ma’amun, yang menjabat sebagai gubernur pada 2014 - 2019, hanya bertahan tujuh bulan sebelum terjerat kasus suap alih fungsi hutan dan suap pembahasan anggaran di DPRD Riau. Annas dijatuhi vonis 6 (enam) tahun penjara, yang kemudian dipangkas menjadi satu tahun setelah mendapatkan grasi dari presiden. Ironisnya, meski pada tahun 2014 Riau pernah menjadi tuan rumah Hari Antikorupsi Internasional, setelah tiga gubernur berturut-turut terjerat korupsi, sebenarnya telah sangat mencoreng wajah Riau.

Fenomena korupsi di Riau tidak hanya terjadi di tingkat gubernur. Berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW), sejak 2007 hingga 2023, tercatat 10 kepala daerah di Riau yang terlibat dalam berbagai kasus korupsi, baik itu gubernur, bupati, maupun wali kota. Angka ini menunjukkan bahwa korupsi sudah mengakar di sistem politik dan birokrasi di Riau, membuat upaya pemberantasan korupsi kadang terkesan sia-sia.

Salah satu dampaknya nyata yang bisa dirasakan, dimana infrastruktur sarana-prasarana jalan sangat buruk di sini. Jalan-jalan di kabupaten/kota banyak yang rusak dan berlubang, yang pastinya menghambat pertumbuhan ekonomi daerah. Dibandingkan dengan provinsi tetangga seperti Sumatera Barat (Sumbar) dan Jambi, yang lebih maju dalam hal perbaikan infrastruktur jalan, Riau masih tertinggal jauh dalam hal perbaikan jalan. Data hasil kajian yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2023 sebagaimana dikutip Riau Pos, 18 Mei 2023 menyebut bahwa pada tahun 2021 total jalan rusak di Indonesia mencapai 174.298?km, dan dalam daftar “10 daerah dengan ruas jalan rusak terparah” Riau menduduki peringkat?3 dengan jalan rusak sepanjang sekitar 9.779?km. Namun, kemudian data itu oleh BPS Riau dikoreksi dari jalan sepanjang 9.779?km jalan yang dimaksud, hanya 178?km yang rusak, dan 42?km di antaranya rusak berat.

Di sisi lain, meskipun Riau kaya dengan sumber daya alam, angka kemiskinan di provinsi ini tetap tinggi. BPS mencatat bahwa tingkat kemiskinan di Riau, meskipun mengalami sedikit penurunan, tetap berada pada 6,16% pada Maret 2025. Ini menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang tumbuh pesat tidak merata dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Sebagian besar kekayaan yang ada di provinsi ini lebih terkonsentrasi pada segelintir elit, sementara sebagian besar rakyatnya masih terjebak dalam kemiskinan struktural.

Sepuluh tahun setelah Riau menjadi tuan rumah Hari Antikorupsi Internasional, tuah yang pernah dimiliki provinsi ini seolah hilang begitu saja. Pada Senin, 3 November 2025, tepat sebulan sebelum peringatan Hari Antikorupsi Internasional 2025, Riau kembali diguncang dengan penangkapan Gubernur AW dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK. AW baru menjabat 8 (delapan) bulan sejak dilantik 20 Februari 2025. Lebih lama satu bulan daripada Gubernur Annas Ma’mun. Kejadian ini menjadi peringatan nyata bahwa korupsi di Riau bukan hanya masalah personal, tetapi sebuah masalah sistemik yang harus dihadapi dengan serius. Mirisnya, korupsi itu terjadi di tengah situasi kondisi defisit anggaran daerah. Dan, gubernur AW langsung yang memimpin tim efisiensi anggaran. Tapi justru yang bersangkutan yang menginisasi praktik tidak terpuji kepada jajarannya. Sungguh miris.

Peringatan yang dulunya menjadi simbol harapan kini berubah menjadi simbol kenyataan pahit bahwa tanpa perubahan mendasar dalam pengelolaan pemerintahan, Riau akan terus terjebak dalam lingkaran kelam yang tidak berujung. Kejadian ini seakan menegaskan bahwa korupsi di Riau bukan hanya masalah individu semata, tetapi juga sebuah masalah sistemik yang perlu dihadapi dengan serius. Sudah saatnya rakyat dan pemerintah untuk menata kembali masa depan Riau, dengan pemimpin yang berintegritas dan bertanggung jawab terhadap nasib daerah ini.***

Penulis adalah Mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Pekanbaru saat ini sedang menyelesaikan Pendidikan Program Doktor Ilmu Hukum di Universitas Islam Riau.




Mutiara Merdeka Wedding Package Calendula
Mutiara Merdeka Wedding Package Garden
Mutiara Merdeka Wedding Package Daisy
Mutiara Spesial Deal

Temukan juga kami di

Ikuti kami di facebook, twitter, Google+, Linkedin dan dapatkan informasi terbaru dari kami disana.