OASE Jumat

Menemukan Kesejukan Hati dalam Jejak Para Wali

Opini Jumat, 25 Juli 2025 - 21:03 WIB
Menemukan Kesejukan Hati dalam Jejak Para Wali

Oleh Syekh.Sofyan Siroj Abdul Wahab.

Di tengah dunia yang penuh hiruk pikuk ambisi, kegelisahan, dan kemelut batin, umat Islam sering merindukan ketenangan hati yang sejati. Mereka mencari arah, mencari teladan, dan mencari makna. Salah satu sumber paling berharga untuk itu adalah kisah hidup para wali Allah—orang-orang yang hidupnya dipenuhi oleh cinta kepada Allah, ketulusan amal, dan kejernihan hati.

Kitab ?ilyat al-Awliy?’ wa ?abaq?t al-A?fiy?’, karya Imam Ab? Nu?aim al-Isfah?n? (w. 430 H), hadir sebagai oase ruhani di tengah padang gersang dunia modern. Kitab ini memuat lebih dari 600 biografi para sahabat Nabi, tabi’in, hingga para sufi besar seperti Hasan al-Bashri, Rabi’ah al-Adawiyah, Ibrahim bin Adham, dan Junaid al-Baghdadi. Mereka bukan sekadar tokoh sejarah, tapi lentera yang menuntun hati kita untuk kembali pada Allah.

Apa yang membuat mereka istimewa? Bukan karena status sosial atau banyaknya amal formal, tetapi karena keikhlasan yang melandasi hidup mereka. Mereka hidup dalam kesunyian dunia, tapi hati mereka sibuk bersama Allah. Mereka tidak mengejar sorotan manusia, tetapi mengharap rida Sang Pemilik Waktu.

Salah satu kisah menyentuh adalah tentang Rabi’ah al-‘Adawiyyah, wanita suci dari Basrah. Ia pernah berkata dalam doanya, “Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, bakarlah aku di neraka. Jika aku menyembah-Mu karena ingin surga, jauhkan aku dari surga. Tapi jika aku menyembah-Mu karena Engkau layak dicinta, jangan palingkan aku dari-Mu.” Inilah cinta sejati yang tidak bersyarat—yang lahir dari hati yang mengenal Allah.

Kemudian ada Ibrahim bin Adham, seorang raja yang meninggalkan kerajaannya demi mencari kedekatan dengan Allah. Ia pernah berkata, “Kami tinggalkan dunia dalam keadaan dunia mengejar kami. Kami mencintai kemiskinan sebagaimana orang kaya mencintai kekayaan.” Baginya, dunia bukan tujuan, tetapi jembatan untuk menggapai akhirat.

Mereka semua mengajarkan satu hal: jalan menuju Allah bukanlah jalan formalitas, tapi jalan hati. Bukan banyaknya hafalan semata, tapi sejauh mana hati tersambung kepada Allah. ?ilyat al-Awliy?’ juga menunjukkan bahwa zuhud bukan berarti pasif, tetapi hidup dalam kesadaran bahwa dunia hanyalah tempat persinggahan. Para wali bukan orang lemah, tapi mereka kuat menghadapi dunia, tanpa larut dalam gemerlapnya. Mereka berdagang, bertani, berjihad, tapi hatinya tetap bersama Allah.

Dalam dunia sekarang yang dijejali oleh pencitraan, kesombongan digital, dan kelelahan batin, kisah-kisah dalam kitab ini bagaikan air sejuk yang menyirami hati. Ia mengingatkan kita bahwa ketenangan tidak lahir dari materi, tapi dari mengenal Allah dan dekat kepada-Nya.

Firman Allah ?:

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Dan sabda Nabi ?: “Akan datang suatu zaman di mana orang-orang berpegang pada agama laksana menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi)

Zaman itu telah tiba. Maka kita butuh pelita dari masa lalu—kisah-kisah para wali—untuk menerangi jalan hidup hari ini.

Mari luangkan waktu membaca dan meneladani kehidupan mereka. Bukan untuk mengagumi saja, tetapi untuk meniru keikhlasan, ketekunan, dan cinta mereka kepada Allah. Siapa tahu, dalam perjalanan batin yang sunyi, kita menemukan diri kita sendiri dan bertemu Allah dalam keheningan zikir.

?? “Ketika dunia tak lagi memberi rasa, maka duduklah sejenak di sisi para wali. Dari mereka kita belajar bahwa hidup bukan tentang memiliki, tapi tentang mengenal dan dicintai oleh Yang Maha Mencintai.”




Mutiara Merdeka Wedding Package Calendula
Mutiara Merdeka Wedding Package Garden
Mutiara Merdeka Wedding Package Daisy
Mutiara Spesial Deal

Temukan juga kami di

Ikuti kami di facebook, twitter, Google+, Linkedin dan dapatkan informasi terbaru dari kami disana.