Sekdakab Kampar Tolak Dievaluasi
Bupati Kampar Ahmad Yuzar sedang memimpin rapat. (mediacenter kampar)
Riau Analisa.com-PEKANBARUP-Kabar keretakan internal di Pemkab Kampar terungkap kepublik. Potensi konflik antara bupati dan sekretaris daerah (sekda) terkait evaluasi jabatan di Pemerintah Kabupaten Kampar harus diakhiri. Isu penolakan sekda ikut evaluasi ini, hingga menjadi konflik internal Sekda Hambali vs Bupati Ahmad Yuzar, harus segera diselesaikan karena tidak layak menjadi konsumsi publik.
Hal ini dikemukakan pengamat komunikasi politik yang juga Ahli Hukum Tata Negara Universitas Kalimantan Timur Assoc Prof Dr Elviandri SHI MHum. Akademisi asal Kampar ini menilai, bila aksi berbalas pantun antara Bupati Ahmad Yuzar dan sekda yang notabene pembantunya terus menjadi konsumsi publik, sungguh tidaklah baik.
Elviandri mengingatkan soal jabatan sekda dan bupati dalam struktur pemerintahan. Sekda, menurutnya harus mendukung penuh program bupati. Namun bupati dalam mengambil kebijakan, termasuk evaluasi dan mengganti pejabat, harus berangkat dari prinsip good goverment dan good governance atau pelaksanaan tata pemerintah yang baik.
''Posisi sekda bukan bicara senioritas atau saya lebih dulu, tapi bicara selama apa yang ingin diwujudkan bupati itu adalah untuk rakyat dan tak bertentangan dengan prinsip good goverment dan good governance, maka wajib hukumnya sekda mematuhi. Sekda bukan pada posisi punya atau tidak punya pilihan, tapi harus mengikuti,'' sebut Elviandri, kepada Riaupos.co Jumat (17/10/2025).
Elviandri juga mengajak para pihak untuk melihat irisan apa yang membuat Sekda Hambali menolak mengikuti evaluasi jabatan. Menurutnya, ini harus betul-betul dipelajari.
Namun ia menekankan, Bupati Ahmad Yuzar punya hak untuk merestrukturasi kabinetnya demi mencapai visi dan misi maupun janji politiknya saat kampanye.Elviandri berharap, tujuan bupati melakukan evaluasi tidak bermuatan politik. Begitu juga alasan dari Sekda menolak.
Menurutnya, sudah tidak relevan lagi alasan politis, seperti dukungan saat pilkada maupun priotas pembangunan di wilayah politik tertentu menjadi penyebab potensi konflik ini mengemuka. Apalagi bila hal ini dipicu persoalan non teknis seperti arogansi dan senioritas.(abd)











