Tragedi Air India

(garuda tv)
Tidak ada yang mau mengalami tragedi. Siapapun dia. Tragedi adalah peristiwa menyedihkan atau malang yang menyebabkan penderitaan besar, biasanya melibatkan kehilangan nyawa atau kerugian signifikan. Juga keluarga Dr Prateek Joshi tak menginginkan hal itu.
Dr Prateek Joshi bersama istri dan ketiga anaknya dalam selfie terakhir sebelum tragedi. Pesan “Pemberhentian berikutnya: Rumah” kini menjadi kenangan abadi. (Foto: Ist)
Di antara korban tewas dalam tragedi jatuhnya pesawat India Air kemarin, terdapat sosok Dr Prateek Joshi, seorang radiologis asal Udaipur, Rajasthan, bersama istrinya Dr Komi Vyas yang sehari-hari bertugas sebagai dokter di India dan tiga anak mereka—Miraya (8), serta si kembar Pradyut dan Nakul (5).
Rencana besar keluarga Joshi untuk memulai babak baru di London berubah menjadi tragedi yang mendalam. Selama enam tahun terakhir, Dr Joshi hidup terpisah dari keluarganya demi menata masa depan. Ia bekerja sebagai konsultan radiologi di Inggris dan dengan penuh ketekunan menyelesaikan semua proses legal agar istri dan anak-anaknya bisa menyusul. Tapi tragedi memupus semuanya…
***
Begitulah nasib seseorang. Umur, rezeki, pertemuan dan maut adalah hal yang dirahasiakan Tuhan pada semua manusia. Ada sebuah ungkapan spiritual yang menggetarkan; Kematian itu sedekat nafas mu. Baik kau melupakannya atau tidak, ia akan datang. Jadi bersiaplah dengan memperbanyak kebaikan dalam hidup.
Jika Anda tahu bahwa segala sesuatu tidak kekal, semua pemikiranmu berangsur-angsur akan terbuka, maka Anda tidak perlu terlalu sedih dan putus asa ketika kecewa dan lupa diri ketika sukses. Katakan pada diri sendiri “Oh ini tidak kekal”. Hanya itu.
Seorang pejalan ruhani pernah berkata, jika kau mencari kebahagiaan disini (di dunia ini) maka kau mencari sesuatu yang berumur pendek. Di sini tidak ada yang kekal. Entah itu kebahagiaan ataupun penderitaan. Semua tidak kekal. Tapi lihatlah pilihan sikap hidup kebanyakan orang.
Demi kesuksesan dunia, orang kadang menghalalkan apa saja. Sikut kanan-kiri, pijak bawahan, jilat atasan, menyuap, korupsi, menipu, memalsukan apa yang bisa dipalsukan, menjual iman, menjual diri hingga menjual pulau yang bukan miliknya. Tapi sebenarnya ini tidak aneh.
1.400 tahun lalu AlQur’an sudah pernah mengingatkan manusia tentang hal ini. Bacalah Surah At-Takatsur dalam Al-Quran. “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)…dst”
Wahai manusia, bermegah-megahan dalam harta, keturunan, dan pengikut telah melalaikan kamu dari ketaatan kepada Allah. Banyak orang tidak takut dosa. Berkata tanpa berfikir, bertindak tanpa takut balasan-Nya. Mengambil hak orang lain, menzalimi orang dibawah kekuasaannya.
Banyak orang hidupnya hanya untuk mengumpul-ngumpulkan harta siang dan malam. Menghitung-hitungnya dan bermegah dengannya. Padahal Nabi sudah ingatkan. "Wahai anak Adam! Engkau tidak memiliki dari hartamu kecuali apa yang engkau makan atau pakaian yang engkau pakai hingga lapuk, atau yang telah kamu sedekahkan." (HR.Muslim)
Sebuah peristiwa atau kejadian adalah ‘guru’ yang mengajarkan kita secara tak langsung. Bahwa semua tidak ada yang kekal…juga kita.
Pekanbaru, 16 Juni 2025