Bencana Alam, Ulah Tangan Manusia

Bencana, Ulah Tangan Manusia
Oleh Helfizon Assyafei
Seorang kawan di Pekanbaru resah. Ia lost kontak dengan keluarganya yang di Sumbar dan di Sumatera Utara akibat bencana alam. Menunggu dan terus menunggu dalam keresahan memantau perkembangan berita. Apakah mereka masih dalam keadaan selamat atau bagaimana?
Tiap di penghujung tahun, di bulan Desember, di puncak musim hujan. Bencana seperti tamu rutin. Mengapa diera dulu tidak serutin ini bencana alam datang? Kamu tahu sebabnya kan? Ada banyak hutan dibabat untuk kepentingan ekonomi. Ada banyak bukit dibuat gundul demi untuk dijadikan kebun.
Ternyata akibat ulah tangan manusia yang menandatangani izin atau yang membabat hutan tanpa izin telah merusak ekosistem Sumatera, Kalimantan hingga Papua. Ketika hutan hilang tak ada lagi benteng erosi. Tak ada lagi yang mampu menahan air hujan yang biasanya terserap ketanah dan ditahan oleh akar pepohonan hutan.
Terjadilah longsor, terjadilah banjir bandang. Siapa korbannya? Rakyat yang tidak tahu apa-apa tentang ulah pejabat yang memberi izin hutan mereka diporakporandakan jadi kebun, jadi tambang atau jadi apa saja yang bisa mengalirkan fulus ke mereka. Bagi mereka uang korporasi lebih penting ketimbang nasib jelata.
Jangankan nasib jelata nasib negara pun mereka tak peduli. Rela jadi pengawal bandara korporasi dari pengawasan negara demi fulus. Sampai-sampai mendebat Menteri Pertahanan ketika menteri turun kesana. Sungguh dahsyat pengaruh fulus yang membutakan mata dan hati itu.
Kalau soal pencitraan jangan ditanya, jago wak. Tampil didepan kamera dengan seyum bak wajah malaikat. Dengan seribu slogan demi rakyat. Tapi bagi-bagi uang dari cukong untuk kelompoknya. Dan ketika musibah datang lalu nyalahin Tuhan; ini musibah, ini cobaan dari Tuhan. Kita harus sabar. Sudahlah membohongi orang berani pula menyalahkan Tuhan.
Atau nyalahin alam; akibat curah hujan tinggi bla..bla..bla..Dia dapat nangka rakyat dapat getahnya saja. Siapa dulu yang ngurus hutan di negeri ini? Kamu tahu tak perlu saya sebut nama. Malah dikasi jabatan jadi menteri ini dan itu. Sudah pernah mau diadili tapi kemudian kasusnya senyap.
Ketika era beliau ngurus hutan tercatat sebagai salah satu periode yang paling agresif menandatangani izin pelepasan hutan untuk keperluan industri. Itu fakta yang banyak direkam oleh organisasi lingkungan, peneliti hingga investigasi jurnalis. Kita tahulah era itu siapa dapat apa dan tak peduli apa dampaknya bagi warga.
Kini tiap kali orang bicarakan tentang dusta dan kepalsuan maka otomatis terbayang seraut wajah. Tiap kali terjadi musibah banjir dan longsor juga seraut wajah lain muncul. Mereka dulu diera yang sama pernah punya posisi penting di negeri ini. Jejak mereka menimbulkan bencana dalam arti sebenarnya. Juga dalam arti kiasan; rusaknya akal sehat.
Pekanbaru, 28 Nov 2025











