OASE JUMAT

Menatap Cermin Jiwa

Opini Jumat, 15 Agustus 2025 - 09:03 WIB
Menatap Cermin Jiwa

Menatap Cermin Jiwa

Oleh Syekh.Sofyan Siroj Abdul Wahab.

Pernahkah kita merasa lelah bukan karena pekerjaan, tapi karena terus-menerus berpura-pura menjadi orang lain? Tersenyum padahal hati merintih, menampakkan ketenangan padahal batin bergejolak, tampak saleh padahal jauh dari cahaya ibadah. Inilah beban berat yang tak terlihat: berpura-pura, menipu diri sendiri, dan mengubur nurani dalam topeng-topeng sosial.

Imam al-Ghaz?l? rahimahullah menulis dalam I?y?’ ‘Ul?m al-D?n:

> “Siapa yang sibuk memperbaiki lahirnya agar dilihat manusia, dan melalaikan batinnya, ia termasuk orang munafik.”

Berpura-pura adalah tirani batin. Ia menciptakan jarak antara siapa kita sebenarnya dengan siapa yang kita pertontonkan. Dan semakin lebar jarak itu, semakin jauh kita dari kedamaian jiwa.

 Cermin Jiwa dan Kejujuran Hati

Allah ? telah menganugerahi manusia dengan hati yang bisa membedakan, menimbang, dan merenung. Dalam hati itu ada cermin jiwa—yang bila jernih, akan memantulkan cahaya Ilahi; dan bila kusam oleh kepalsuan, akan menyesatkan.

Rasulullah ? bersabda:

> “Sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasad; jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, itu adalah hati.”

(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Menatap cermin jiwa berarti jujur pada diri sendiri, mengakui kelemahan, dosa, dan niat yang tidak tulus. Ini bukan kelemahan, tapi langkah pertama menuju kekuatan.

Sahl bin Abdullah at-Tustari berkata:

> “Dasar agama adalah kejujuran. Barang siapa jujur dengan dirinya, maka Allah akan jujur padanya dalam segala urusannya.”

 Bahaya Berpura-pura: Jiwa Terbelah, Hidup Melelahkan

Berpura-pura bukan hanya melelahkan, tapi merusak. Ia menciptakan diri palsu yang hanya mengejar penilaian manusia. Dan orang yang terus hidup dalam kepalsuan akan terasing dari Tuhannya.

Imam Ibn al-Jawz? berkata:

> “Tanda orang yang riya’ adalah ia lebih senang terlihat baik di mata manusia daripada terlihat bersih di hadapan Allah.”

Berpura-pura mengikis keikhlasan. Ia mengubah ibadah menjadi sandiwara. Ia memindahkan orientasi dari liLlâh (karena Allah) menjadi linnâs (karena manusia).

Allah ? mengingatkan:

> “Mereka berbuat riya’ dan tidak mengingat Allah kecuali sedikit.” (QS. An-Nis?’: 142)

 Langkah Pertama: Jujur pada Allah, Jujur pada Diri

Jalan kelegaan adalah kejujuran. Bukan menampilkan segalanya di depan orang, tapi mengakui semuanya di hadapan Allah. Terkadang kita menangisi kepalsuan kita bukan karena kita ingin berubah, tetapi karena kita takut ketahuan. Ini pun harus diakui.

Syekh Abdul Qadir al-Jailani berkata:

> “Engkau tidak akan sampai kepada Tuhanmu sebelum engkau membuang semua topengmu dan menghadapkan dirimu kepada-Nya dalam keadaan telanjang dari semua kehormatan palsu.”

Mulailah dengan jujur dalam doa: akui dosa, ketakutan, dan keinginan untuk berubah. Jangan merasa malu mengakui kepada Allah, karena Dia Maha Tahu sebelum kita berkata.

Menjadi Pribadi Asli: Tenang, Ringan, dan Diterima Allah

Saat seseorang mulai jujur, ia akan merasakan ringannya hidup. Tak perlu menjaga citra, tak perlu berpura-pura kuat, tak perlu menjilat, tak perlu menutupi aib yang terus dibuka karena niat tak lurus.

Allah ? mencintai orang yang jujur:

> “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan jadilah kalian bersama orang-orang yang jujur.”

(QS. At-Taubah: 119)

Jujur bukan berarti membongkar semua rahasia, tetapi hidup dalam konsistensi antara batin dan lahir. Tidak hidup dalam dua wajah, tidak memanipulasi citra, tidak memperdagangkan amal.

 Penutup: Kejujuran, Jalan Kelegaan dan Kedekatan

Mari kita menatap cermin jiwa, membersihkan noda kepura-puraan dengan istighfar dan muhasabah. Karena setiap kepalsuan yang dipelihara hanya akan menumpuk beban hingga tak kuat lagi memikulnya. Dan pada akhirnya, orang yang paling bahagia adalah orang yang menjadi dirinya sendiri di hadapan Allah, bukan di panggung manusia.

> “Jujurlah, walau pahit. Karena kebenaran akan menyelamatkanmu, walau pada awalnya menyakitkan.”– (Imam ‘Ali r.a.)

Wahai saudaraku, jangan takut menjadi kecil di mata manusia jika itu menjadikanmu besar di hadapan Allah. Jangan takut jujur, sebab Allah mencintai kejujuran meski manusia membencinya.

Mari kita lepaskan topeng, dan kembali kepada fitrah. Menjadi hamba yang jujur, itulah kemuliaan sejati.




Mutiara Merdeka Wedding Package Daisy
Mutiara Merdeka Wedding Package Calendula
Mutiara Merdeka Wedding Package Garden
Mutiara Spesial Deal

Temukan juga kami di

Ikuti kami di facebook, twitter, Google+, Linkedin dan dapatkan informasi terbaru dari kami disana.