Kopi Ramadhan (hari ke-5)

Senja baru saja usai. Bedug magrib telah lama berlalu. Malam mulai berangsur larut diiringi rintik gerimis. Tarawih baru saja selesai. Saya duduk sejenak sebelum pulang ke rumah. Seorang kawan lama menyalami dan duduk disebelah saya. Kami ngobrol ringan saja. Lalu ia bertanya apa pendapat saya ‘liga korupsi’ yang viral itu.
“Kesal saja,” ujar saya. Ia terkekeh. “Boi kenal pengusaha yang namanya…..?” ujarnya pula. “Ya siapa pula tak kenal dia,” ujar saya lagi. Rupanya mereka dulu pernah berbisnis. Lalu ia cerita. “Saya diajarkannya rumus kaya itu cuma satu,” ujarnya pula. Saya jadi penasaran. “Apa rumusnya?” ujar saya kepo.
Ia terbatuk sejenak. Meminum air mineral gelas didepannya dan tak segera menjawab. Sejurus kemudian ia berkata. “Halalkan segala cara. Tak usah dipikirkan halal-haram. Semua yang menguntungkan kita halal,” ujarnya lagi. Rupanya, lanjutnya lagi, rumus itu sudah jadi rahasia umum orang-orang di negeri itu. Kami tertawa bersama.
Menjelang tidur tadi malam pikiran saya teringat pembicaraan kami tadi. Muncul tanya dalam hati. Adakah rumus lain selain itu? Besok paginya saya menemukan jawabannya. Seorang yang punya pengalaman diposisi strategis sebuah perusahaan menuliskan pengalamannya itu.
Ia sering diajak rekan bisnisnya untuk mendapatkan penghasilan diluar gaji dengam memanfaatkan jabatan yang dia miliki. Pola pikir ini sudah merasuki banyak orang khususnya di jabatan-jabatan strategis. Suatu ketika itu dapat pekerjaan di Arab Saudi. Simak penuturannya.
Saya ajak bos saya orang Saudi yang mempunyai kedudukan tinggi untuk berkolaborasi dengan rekan bisnis untuk mendapatkan penghasilan diluar gaji dengan jabatan strategisnya itu. Bos saya menolak mentah-mentah ide saya dan mengatakan bahwa hal itu tidak akan menjadikan hidup barokah.
Ternyata sikap itu membudaya dikalangan mereka. Jadi tidak ada ceritanya orang Saudi yang punya kedudukan penting mencari penghasilan tambahan dengan cara bermain-main dengan supplier, dengan vendor, dengan mitra bisnis ataupun yang sejenisnya. Mereka bukan mengharamkan penghasilan diluar gaji tetapi mereka tidak mau penghasilan itu didapat dengan cara menyalahgunakan kekuasaan yang mereka miliki.
Kalaupun mereka mencari penghasilan diluar gaji mereka tidak mencari penghasilan itu ditempat mereka bekerja. Ada teman saya yang bekerja dikantor tapi mereka punya toko supermarket kecil, restoran ataupun toko-toko usaha lainnya. Ada yang mengajar diluar waktu bekerja dan banyak usaha-usaha lain yang mereka lakukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan atau jabatan mereka di kantor tempatnya bekerja.
Tidak ada orang Saudi yang bekerja sebagai Project Manager bermain proyek dengan vendor atau kontraktor. Tidak ada orang Saudi yang bekerja sebagai Purchasing Manager bermain harga dengan supplier. Tidak ada orang Saudi yang bekerja sebagai HRD Manager yang bermain mata dengan perusahaan outsorching. Ketiga posisi itu adalah posisi-posisi yang basah yang saya ketahui bisa mendapatkan penghasilan diluar gaji dengan cara ‘bermain mata’ dengan pihak lain.
***
Syukurlah ternyata keyakinan yang lahir dari bimbingan agama Islam yang benar telah membentuk pribadi-pribadi yang amanah, jujur dan bertaqwa. Bila nilai-nilai Islam diterapkan dalam hidup dan kehidupan maka menjadi kaya bukanlah segalanya. Ada ‘berkah’ yang lebih menentramkan yang mereka cari.
Ada orang bertanya mengapa dinegeri mayoritas muslim seperti ditempat kita tingkat korupsinya tinggi? Karena Islam hanya digunakan sebagai identitas dan teori saja bukan pada praktik. Apa dalilnya? Sebuah penelitian di negeri itu menyebutkan dari 100% orang-orang muslim yang melaksanakan shalat hanya 39,5 %. Dan yang benar-benar berjamaah 5 waktu ke masjid hanya 2% saja, Maka itulah sebabnya rumus “menghalalkan segala cara” menjadi budaya di sana.
Pekanbaru, 5 Maret 2025
Helfizon Assyafei
Jurnalis RAN