Catatan Bang Boi

Akhirnya Sadar Juga...

Kolom Pikiran Minggu, 18 Mei 2025 - 07:14 WIB
Akhirnya Sadar Juga...

Oleh Helfizon Assyafei

Pemred Riau Analisa.com

Delapan tahun lalu ketika anak pertama saya memasuki jenjang SMP sistem penerimaan murid baru diberlakukan dengan sistem zonasi. Sistem ini diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB. Sistem zonasi adalah siswa yang diterima disekolah negeri berdasarkan jarak sekolah dengan rumah. Rumah saya tidak ada yang dekat dengan sekolah negeri. Jadi kalau tak bisa masuk jalur prestasi maka sampai kapanpun anak-anak saya tidak bisa masuk sekolah negeri. Sebuah diskriminasi yang tak disadari pemegang kebijakan dikala itu.

Ketika itu banyak yang protes. Termasuk saya. Saya menulis dilaman efbi ditujukan buat Menteri Pendidikan ketika itu yang akrab dipanggil ‘mas’ menteri yang kala itu dijabat Nadiem Makarim. Seorang pengusaha sukses bos go jek yang diangkat jadi menteri pendidikan. Saya tahu peluang untuk dibaca oleh beliau hanya 0,0% saja. Kalaupun dibaca ngga akan ngaruh juga. Emangnya siapa saya? Ya kan. Tapi tetap saya tulis juga. Saya ingin apa yang saya pikirkan saat itu tidak hilang bersama waktu kalau tidak dituliskan. Saya ingat kalimat pertamanya. Begini kalimatnya;

Mas menteri, main-mainlah ke Panam, ke tempat kami tinggal. Jumlah kami sekecmatan Tuah Madani adalah 212.813 jiwa. Sekolah Negeri tingkat SMP hanya ada 2 sekolah negeri. SD negeri hanya 3 pula. Kalau sistem zonasi diterapkan menurut saya kita belum siap karena keterbatasan fasilitas sekolah negeri. Juga tidak adil karena nilai tak lagi dipandang penting karena kuota nilai lebih kecil dari zonasi. Tapi ketika itu semasuk akal apapun protes kita berlalu bersama angin. Sistem itu namanya PPDB atau  Penerimaan Peserta Didik Baru. Sistem itupun makan korban. Anak pertama saya M Fauzan tidak bisa masuk sekolah negeri karena jarak. Ia saya masukkan saja ke pondok pesentren di Air tiris Kampar. Tentu dengan konsekuensi biaya yang lebih daripada sekolah negeri.

Anak kedua saya, Najwa tamat SDN juga tidak punya peluang dalam sistem zonasi. Untunglah ia beprestasi dan akhirnya lulu di MTsN 3 Pekanbaru di Kecamatan Bukit Raya, 10 Km dari rumah. Anak ketiga saya, Ika tamat SD nilainya sedang tak bisa masuk jalur prestasi akhirnya tersingkir dari SMP negeri yang diinginkannya. Sampai tahun kemarin 2024 saat Ika tamat MTs sistem zonasi masih berlaku. Ketika itu ia ingin masuk SMA 15 dekat rumah di Jl Ciptakarya.  Ternyata kuota SMA itu sudah habis hanya dalam jarak 800 meter saja. Ika yang berprestasi di MTs lalu mencoba masuk jalur prestasi karena lewat zonasi sudah tak mungkin.

Hingga jam 1 hari ketiga penutupan pendaftaran nama Ika masih ada tercantum dijalur prestasi. Tapi jam 3 sore nama itu hilang karena menurut panitia setelah diproses lagi ada yang lebih tinggi nilainya masuk kesana. Dan Ika harus membuang mimpinya masuk sekolah negeri. Lalu sistem tidak adil itu akhirnya berubah juga setahun setelah Ika tersingkir, tahun ini tahun 2025. Ketika mas menteri tidak menteri pendidikan lagi. Sistem baru itu namanya SPMB atau sistem penerimaan murid baru.

SPMB ini setelah saya ikuti sosialisasinya ternyata dianggap memberikan akses pendidikan yang adil bagi semua siswa. Meningkatkan kualitas dan efisiensi proses seleksi.  Menciptakan sistem pendidikan yang lebih merata di Indonesia. Memberikan kesempatan yang lebih besar bagi semua siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Saya setuju. Karena dalam sistem ini kuota terbesar tidak lagi berdasarkan jarak rumah dari sekolah. Meski masih ada kuota zonasi yang dalam sistem ini disebut sistem domisili tapi sudah dikurangi 20%. Sisanya berdasarkan nilai. Seperti sistem lama sebelum PPDB diberlakukan. Saya tersenyum sambal mengurut dada. Butuh delapan tahun untuk tahu bahwa sistem itu belum siap diterapkan karena tidak sesuai dengan rasa keadilan. Masyarakat biasa seperti saya yang bukan menteri tidak butuh waktu selama itu untuk tahu sistem itu belum siap untuk diterapkan.

Ketika mereka sadar sistem itu perlu diubah, saya sudah tak memerlukannya lagi. Karena tak ada lagi anak saya yang harus masuk SMP atau SMA negeri lagi. Dimanapun kini mas menteri berada semoga mas bahagia pernah membuat orang seperti saya dan banyak lainnya menelan kekecewaan karena sebuah kebijakan yang tidak adil.

Panam, 18 Mei 2025




Mutiara Merdeka Wedding Package Garden
Mutiara Merdeka Wedding Package Calendula
Mutiara Merdeka Wedding Package Daisy
Mutiara Spesial Deal

Temukan juga kami di

Ikuti kami di facebook, twitter, Google+, Linkedin dan dapatkan informasi terbaru dari kami disana.